"Tetapi dengan proporsional tertutup ini ada konsekuensi logis yang menjadi kewajiban parpol harus bisa menjamin proses demokratisasi di dalam internal parpol khususnya tahap pencalonan," kata Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar, Agung Widyantoro
"Untuk Pilkada ini sementara jangan langsung dulu sampai educated dan perut kita sudah cukup baik. Jadi orang tidak bisa dibeli, tunggu sampai orang tidak bisa dibeli," kata Anggota Watimpres, Mayjen Pol (Purn) Sidarto Danusubroto
Untuk menerapkan sistem proporsional tertutup, menurut Zulfikar, perlu ada beberapa perubahan. Pertama internal partai politik melakukan demokratisasi. Kedua, publik perlu dilibatkan dalam rangka menentukan calon-calon legislatifnya.
KPU tidak punya hak (apalagi otomatis) menjalankan putusan MK, atau dipakai menyusun Peraturan KPU (PKPU) untuk menentukan sistem pemilu. Sistem pemilu yang digunakan, sekali lagi, menjadi kewenangan pembentuk undang-undang.
Dorong Pemilu Demokratis tanpa Terbawa liberalisasi.
Fahri menilai ada upaya kesengajaan dari partai tertentu untuk mendorong Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asyari membantunya untuk berkuasa dan melanggengkan kekuasaannya, serta tidak ingin ada tradisi berpikir demokratis dalam setiap Pemilu.
PKB Anggap Sistem Proporsional Tertutup Rusak Demokrasi
Dalam sistem Proporsional terbuka seperti sekarang, sistem ini memberi hak kepada masyarakat untuk menentukan siapa yang masyarakat inginkan untuk menjadi wakilnya di parlemen, ini juga menjadi alat untuk masyarakat menilai atapun menghukum bilamana ada wakil-wakilnya yang tidak bekerja dengan baik.
Sistem proporsional terbuka lah yang lebih sesuai dengan UUD NRI 1945.
Wacana kembali ke sistem proporsional tertutup merupakan kemunduran dalam kedewasaan berdemokrasi.